Tukang rujak, refleksi pribadi

Kisah Nyata penjual rujak yang sangat mengharukan...

Kemarin hujan mulai jam 9 pagi, seorang tukang rujak numpang berteduh di teras ruko saya. Masih penuh gerobaknya, buah-buah tertata rapi. Kulihat beliau membuka buku kecil, rupanya Alkitab kecil.

Beliau tekun dengan Alkitabnya sampai jam 10 hujan belum berhenti. Saya mulai risau karena sepi tak ada pembeli datang. Saya keluar memberikan air minum.

“Kalau musim hujan jualannya repot juga ya, Pak… ”
“Masih banyak banget.” Beliau tersenyum

"Iya bu.. Mudah-mudahan ada rejekinya.. .” jawabnya.

“Amiin,” kataku.
"Kalau gak abis gimana Pak?”. tanyaku.

“Kalau gak abis ya risiko Bu.. kayak semangka, melon yang udah kebuka ya kasih ke tetangga juga seneng daripada kebuang. Kayak bengkoang, jambu, mangga yang masih bagus bisa disimpan.. katanya tersenyum.

Kalau hujan terus sampai sore gimana Pak?” tanyaku lagi.

"Puji Tuhan bu… Berarti rejeki saya hari ini diizinkan banyak berdoa. Kan kalau hujan banyak waktu  buat berdoa bu…”
Dikasih kesempatan berdoa juga rejeki Bu…”

"Kalau gak dapat uang gimana Pak?” tanyaku lagi.

“Berarti rejeki saya bersabar Bu...
Tuhan yang ngatur rejeki Bu… Saya bergantung sama Tuhan Yesus.
Apa aja bentuk rejeki yang Tuhan kasih ya saya syukuri aja.
Tapi puji Tuhan, saya jualan rujak belum pernah kelaparan.
Pernah gak dapat uang sama sekali, tau tau tetangga ngirimin makanan.
Kita hidup cari apa Bu, yang penting bisa makan biar ada tenaga buat ibadah dan usaha,” katanya lagi sambil memasukkan Alkitabnya ke kotak di gerobak.

 “Mumpung hujannya rintik, Bu… Saya bisa jalan ..Makasih ya Bu…”

Saya terpana…
Betapa malunya saya dipenuhi rasa gelisah ketika hujan datang, begitu khawatirnya rejeki materi tak didapat sampai mengabaikan nikmat yang ada di depan mata.
Saya jadi sadar bahwa dapat membaca Firman Tuhan, dapat beribadah, dapat bersyukur dan bersabar adalah jauh...jauh lebih berharga daripada harta.
Biarlah renungan ini menjadi berkat bagi kehidupan kita...
GBU...o-=)  copas

Popular Posts